Aneka Kuliner Di Kota Miri
Dua bulan lalu saya diundang untuk datang ke Asia Music Festival yang diselenggarakan Sarawak Tourism Board (STB). Yang menjadi tempat penyelenggarannya adalah kota kecil yang belum pernah saya dengar bernama Miri. Terletak di barat laut pulau Kalimantan, Miri dikenal sebagai kota di mana gas alam dan minyak bumi untuk pertama kalinya ditemukan di Malaysia.
Kota yang berpenduduk kurang lebih 350 ribu jiwa ini adalah satu dari sebelas divisi administratif dari negara bagian Sarawak yang merupakan negara bagian terbesar di Malaysia. Sebelum menjadi tempat penyelenggaraan festival musik yang baru pertama kali diadakan di tahun ini, Miri juga telah sukses menjadi tuan rumah dari acara tahunan Borneo Jazz Festival.
Karena letaknya yang begitu dekat dengan Brunei Darussalam, kota ini juga menjadi tujuan wisata utama dari penduduk Brunei. Plat nomor mobil kendaraan dari Brunei tampak memenuhi penjuru kota ketika akhir pekan tiba. Penduduk negeri Brunei yang terkenal akan kekayaannya, menghabiskan banyak uang mereka di Miri. Sekadar untuk membeli perabotan rumah, wisata kuliner, ataupun mencicipi kehidupan malam di klub atau pub di sana.
Miri memiliki beberapa taman nasional yang menjadi atraksi wisata yang menarik, antara lain Gunung Mulu National Park, Lambir Hills dan Loangan Bunut. Namun sayang, agenda saya selama di Miri yang sudah disiapkan oleh pihak STB, tidak menyertakan kunjungan ke objek-objek wisata tersebut.
Bangunan tua di Miri. (Dimas Ario)
Pada akhirnya, saya hanya sempat untuk berkeliling ke pusat kota Miri yang letaknya sekitar 15 menit perjalanan dengan menggunakan taksi dari tempat saya menginap, Eastwood Valley, yang juga menjadi areal penyelenggaraan Asia Music Festival 2013.
Bangunan tua di Miri. (Dimas Ario)
Saat saya tiba di pusat kota, saya melihat rata-rata bangunan di Miri adalah bangunan tua, yang saya perkirakan sudah berdiri semenjak awal 80-an. Banyak juga terdapat rumah toko (ruko) yang menjadi tempat perdagangan. Satu hal yang menarik perhatian saya ada begitu banyak selebaran pembukaan lowongan pekerjaan yang tertempel di pintu atau jendela depan pada hampir semua tempat usaha.
Manula bermain Xiangqi. (Dimas Ario)
Saat itu sudah waktunya makan siang. Saya lalu tiba di Lau Ren Jie (kini jadi Jalan Persiaran Kabor), yang dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti 'lorong tua'. Tempat yang memang berbentuk lorong dengan sekelilingnya dipenuhi tempat makan ini menjadi tempat berkumpul para penduduk manula. Di sana mereka biasanya hanya mengobrol sambil meminum kopi dan merokok. Banyak juga dari mereka yang bermain Xiangqi atau catur cina di sana.
Kolo Mee. (Dimas Ario)
Di Lorong Tua tersebut saya mencoba satu makanan khas Sarawak bernama Kolo Mee yang rasanya menyerupai Mi Yamien Asin lengkap dengan potongan daging babi di atasnya yang kerap saya jumpai di beberapa daerah Pecinan di Jakarta. Saya tidak begitu pandai menggambarkan rasa makanan dalam bentuk tulisan, yang pasti rasanya sangat nikmat. Harganya juga terhitung murah, hanya RM2,5 per porsi.
Suasana Jalan North Yu Seng. (Dimas Ario)
Keesokan harinya, saya baru sempat keliling kota Miri pada malam hari. Saya singgah di jalan North Yu Seng yang penuh akan deretan restoran dan pub. Saya lalu memilih untuk makan malam di sebuah restoran bernama Appollo. Keadaan restoran yang sedikit kumuh mengingatkan saya pada tempat-tempat makan di daerah Glodok, Kota dan sekitarnya.
Seorang rekan Malaysia yang ikut bersama saya menyarankan untuk memesan sayur khas Sarawak yang menurutnya tidak bisa dijumpai di tempat lain di Malaysia. Akhirnya kami memesan beberapa makanan untuk makan tengah yang terdiri dari dua sayur khas Sarawak, yakni Pucuk Abi dan Mirin beserta Ayam Lemon, Udang Mayonaise dan Daging Rusa. Entah karena lapar atau memang rasanya enak, semua menu tersebut kami habiskan dalam sekejap.
Saberkas Weekend Market. (Dimas Ario)
Setelah makan malam, saya dan beberapa kawan mengunjungi Saberkas Weekend Market yang sesuai namanya, hanya dibuka pada akhir pekan saja. Pasar ini menjual aneka ragam barang dan jajanan pinggir jalan. Saya lebih tertarik dengan pilihan jajanan di sana dibandingkan dengan barang-barang seperti baju atau sepatu yang dijual di pasar tersebut.
Kue Lapis Sarawak. (Dimas Ario) Saya membeli kue lapis yang juga khas Sarawak. Kue lapis ini memiliki penampilan fisik yang menarik dengan aneka warna yang mewakili pilihan rasa dari setiap kue. Selain kue lapis, banyak terdapat juga gerai yang menyajikan makanan yang dipanggang. Kebanyakan makanannya berupa ayam yang terdiri dari bagian sayap hingga brutu.
Usai berbelanja di Saberkas Weekend Market, saya langsung kembali ke hotel. Saat itu pukul 9 malam di akhir pekan dan jalanan utama di Miri sudah tampak lenggang. Sementara itu, di wilayah lain dari Miri berbagai pub dan klub malam baru akan memulai aktivitasnya.
Untuk ukuran kota kecil, Miri memiliki aneka hiburan dan atraksi wisata yang cukup lengkap. Sebuah alternatif pilihan kota yang patut dikunjungi jika kita melawat ke daerah Sarawak, Malaysia.
0 comments:
Post a Comment